Uncategorized

LGOSUPER – Larangan Perjalanan Baru Trump Menargetkan Dua Belas Negara termasuk Afghanistan, Iran, Somalia, Yaman dan Myanmar, Menghalangi Jutaan Orang Masuk – Apakah Ini Awal Era ‘Pintu Tertutup’ di AS?

Larangan Perjalanan Baru Trump Menargetkan Dua Belas Negara termasuk Afghanistan, Iran, Somalia, Yaman dan Myanmar, Menutup Jutaan Orang – Apakah Ini Awal Era ‘Pintu Tertutup’ di AS?

Senin, Juli 7, 2025


Dalam sebuah langkah berani, larangan perjalanan baru Presiden Donald Trump telah menargetkan dua belas negara, termasuk Afghanistan, Iran, Somalia, Yaman, dan Myanmar, yang secara efektif menutup jutaan calon pelancong. Pembatasan yang luas ini telah memicu kemarahan secara global, dengan para kritikus mempertanyakan apakah ini menandai dimulainya era “Pintu Tertutup” Amerika. Karena warga negara dari negara-negara ini menghadapi hambatan masuk yang tidak terbatas, larangan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran tentang implikasi jangka panjangnya pada hubungan internasional, pariwisata global, dan persepsi Amerika Serikat sebagai tujuan yang ramah bagi orang-orang dari semua lapisan masyarakat. Keputusan tersebut telah memicu perdebatan sengit tentang keamanan nasional, kebijakan imigrasi, dan sentimen isolasionis yang berkembang di AS.

Ribuan pelancong terkatung-katung saat berita larangan itu menyebar. Banyak yang terjebak di ruang tunggu bandara, tidak dapat naik pesawat ke Amerika Serikat, sementara yang lain berusaha keras mencari tahu apakah mereka masih akan diizinkan masuk. Platform media sosial dibanjiri cuitan dan unggahan dari orang-orang yang terkena dampak langsung, berbagi keluhan, kisah pribadi, dan pertanyaan tentang bagaimana kebijakan itu akan memengaruhi mereka. Dari kebingungan di bagian pemeriksaan paspor hingga perubahan mendadak pada rencana perjalanan, jelas terlihat bahwa kebijakan khas Trump telah memicu efek bola salju berupa gangguan liburan, khususnya bagi warga negara dari negara-negara yang terkena dampak.

iklan

Larangan Perjalanan: Dampaknya terhadap Pergerakan Internasional

Perintah eksekutif yang baru ditandatangani membagi negara-negara yang terkena dampak menjadi dua kategori: negara-negara yang menghadapi larangan masuk sepenuhnya dan negara-negara dengan kategori visa terbatas. Bagi pelancong dari negara-negara seperti Afghanistan, Chad, Eritrea, dan Somalia, kebijakan ini secara efektif menutup pintu bagi Amerika Serikat, membuat mereka terjebak dalam baku tembak tindakan keamanan yang diperketat.

Bagi sebagian orang, larangan ini berarti lebih dari sekadar ketidaknyamanan administratif—pelarangan ini berpotensi mengubah arah hidup mereka. Turis yang telah merencanakan kunjungan ke keluarga atau memiliki jadwal pertemuan bisnis penting terpaksa mencari tujuan alternatif. Sementara yang lain, yang telah merencanakan perjalanan mereka berbulan-bulan sebelumnya, terhambat karena proses visa mereka tiba-tiba tertunda atau diundur. Dampak emosional juga terlihat jelas, dengan laporan tentang orang-orang yang ditolak di bandara dan ketinggalan pesawat meskipun memiliki tiket dan dokumen perjalanan yang sah.

Negara-negara yang Terkena Larangan Perjalanan

Larangan perjalanan baru dibagi menjadi dua kelompok:

  1. Larangan Perjalanan Lengkap (Dilarang Masuk):
    Negara-negara yang menghadapi penangguhan masuk penuh termasuk Afghanistan, Chad, Republik Kongo, Guinea Ekuatorial, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Myanmar, Somalia, Sudan, dan Yaman. Warga negara dari negara-negara ini dilarang memasuki AS, yang menyebabkan gangguan besar pada perjalanan yang direncanakan.
  2. Pembatasan Visa (Kategori Tertentu Ditangguhkan):
    Pada saat yang sama, tujuh negara lain—Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela—menghadapi pembatasan yang lebih spesifik. Dalam kebanyakan kasus, pembatasan ini mencakup penolakan masuk untuk kategori visa tertentu atau mewajibkan pelamar menjalani prosedur pemeriksaan yang lebih ketat.

Ketidakpastian seputar perbedaan-perbedaan ini hanya memicu kepanikan. Sementara beberapa pelancong dari negara-negara yang terkena dampak dilarang masuk, yang lainnya tidak yakin apakah permohonan visa mereka akan disetujui, menambah keresahan yang berkembang di kalangan pelancong internasional.

Mengapa Negara-Negara Ini?

Pemerintahan Trump membela larangan perjalanan tersebut atas dasar keamanan nasional. Perintah tersebut menguraikan tiga alasan utama untuk memasukkan negara-negara tertentu:

  1. Sistem Keamanan dan Penyaringan Dokumen yang Lemah:
    Negara-negara seperti Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman ditandai karena menerbitkan dokumen perjalanan yang tidak dapat diandalkan atau gagal menyaring pelancong yang akan datang. Hal ini membuat banyak orang merasa menjadi sasaran yang tidak adil, terutama individu yang telah memperoleh dokumen sah melalui pemerintah mereka. Kebijakan tersebut menunjukkan bahwa negara-negara ini gagal menerapkan langkah-langkah keamanan yang tepat, sehingga membebani pelancong dan otoritas AS.
  2. Tingkat Kelebihan Visa:
    Negara-negara seperti Myanmar, Burundi, Laos, dan Guinea Ekuatorial dimasukkan karena negara-negara tersebut memiliki tingkat pelanggaran visa yang tinggi. Bagi warga negara dari negara-negara tersebut, larangan tersebut merupakan perpanjangan dari masalah lama terkait penegakan hukum imigrasi di AS. Mereka yang sebelumnya telah melanggar visa kini menghadapi pembatasan baru, yang membuat mereka semakin sulit untuk mengunjungi AS di masa mendatang.
  3. Kaitannya dengan Terorisme atau Dukungan Negara terhadap Teror:
    Pembenaran utama lainnya untuk pelarangan tersebut adalah kekhawatiran pemerintah tentang hubungan dengan terorisme atau kurangnya kerja sama dengan upaya kontraterorisme AS. Negara-negara seperti Iran, Afghanistan, Somalia, dan Kuba disebut-sebut berdasarkan dugaan hubungan dengan terorisme atau kegagalan mereka untuk memberikan jaminan keamanan yang memadai.

Pengecualian terhadap Larangan

Meskipun larangan tersebut memiliki cakupan yang luas, perintah eksekutif tersebut juga mencakup beberapa pengecualian, yang memungkinkan individu tertentu untuk bepergian ke AS meskipun ada pembatasan:

  1. Pemegang Kartu Hijau dan Penduduk Tetap yang Sah:
    Pemegang kartu hijau dan mereka yang berstatus penduduk tetap dikecualikan dari larangan tersebut, memastikan bahwa pekerja dan keluarga dengan status tetap dapat terus bepergian tanpa gangguan.
  2. Kewarganegaraan Ganda (dengan Satu Paspor AS):
    Warga negara ganda yang memegang paspor AS juga dikecualikan, yang membantu menghindari kebingungan dan gangguan lebih lanjut bagi warga negara terlarang yang juga merupakan warga negara AS.
  3. Anggota Keluarga Dekat Warga Negara AS:
    Anggota keluarga dekat, termasuk pasangan, anak-anak, dan orang tua warga negara AS, diizinkan memasuki AS, memastikan bahwa keluarga tidak akan terpisah oleh pembatasan baru.
  4. Atlet, Pelatih, dan Tim untuk Kompetisi Olahraga Internasional:
    Perintah tersebut mencakup ketentuan bagi atlet dan tim olahraga yang bepergian ke acara internasional besar, seperti Piala Dunia FIFA 2026 dan Olimpiade 2028, yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan rencana perjalanan mereka tanpa hambatan.
  5. Pengungsi yang Sudah Diberi Suaka:
    Orang-orang yang telah diberi suaka di AS juga dikecualikan, memberikan sedikit kenyamanan bagi orang-orang terlantar yang telah menemukan perlindungan di AS.
  6. Warga Afghanistan Mendukung Operasi Militer AS:
    Warga Afghanistan yang telah membantu operasi militer AS, khususnya mereka yang membantu selama perang di Afghanistan, diizinkan masuk ke AS sebagai pengakuan atas pengorbanan dan kontribusi mereka.
  7. Warga Iran yang Mencari Kebebasan Beragama:
    Warga Iran yang melarikan diri dari penganiayaan agama, khususnya kaum minoritas, dikecualikan dari larangan tersebut, sehingga mereka dapat mencari perlindungan di AS meskipun ada pembatasan yang lebih luas di negara mereka.

Membandingkannya dengan Larangan Perjalanan tahun 2017

Larangan perjalanan kedua Trump, dalam banyak hal, merupakan kebijakan yang lebih terencana dan terorkestrasi dibandingkan dengan larangan pertamanya. Larangan tahun 2017, yang kemudian dikenal luas sebagai "Larangan Muslim," diperkenalkan dengan pemberitahuan yang minim, menyebabkan kekacauan di bandara karena para pelancong terkejut. Peluncuran awal mengakibatkan protes dan gugatan hukum yang meluas, dengan dampak yang parah pada keluarga, bisnis, dan akademisi. Akhirnya, pengadilan menegakkan larangan tersebut, tetapi tetap kontroversial karena persepsi bahwa larangan tersebut diskriminatif.

Sebaliknya, larangan tahun 2025 memiliki peluncuran yang lebih sistematis. Pemerintah memasukkan pengecualian dan memberikan waktu singkat untuk penerapan, mungkin dalam upaya untuk menghindari kekacauan dan reaksi keras yang menjadi ciri larangan perjalanan pertama. Namun, kebingungan dan frustrasi yang ditimbulkan di antara para pelancong yang terkena dampak tidak kalah parahnya, dengan banyak yang masih mempertanyakan kewajaran kebijakan tersebut.

Dampak dan Respons di Kalangan Pelancong

Saat larangan baru tersebut mulai berlaku, bandara-bandara di seluruh dunia menjadi pusat ketidakpuasan. Para pelancong dari negara-negara yang terkena dampak mendapati diri mereka ditahan di imigrasi atau berusaha keras untuk mengubah rencana perjalanan mereka. Media sosial dipenuhi dengan keluhan, kisah pribadi tentang perjalanan yang terganggu, dan kisah para pelancong yang ditolak masuk meskipun memiliki tiket dan visa yang sah.

Bagi banyak orang, beban emosionalnya sangat besar. Orang-orang telah merencanakan reuni keluarga, pertemuan bisnis, dan perjalanan pendidikan, tetapi rencana mereka digagalkan oleh kebijakan yang tidak dapat mereka kendalikan. Dalam beberapa kasus, keluarga dipisahkan di bandara, dan beberapa pelancong terpaksa kembali ke negara asal setelah diyakinkan bahwa mereka akan diizinkan naik pesawat.

Agen perjalanan dan maskapai penerbangan juga terjebak dalam kekacauan ini, dengan para pelanggan menuntut pengembalian uang atau mencoba memesan ulang tiket mereka. Antrean panjang terbentuk di loket tiket karena para penumpang yang frustrasi mencari ganti rugi. Di beberapa negara, gangguan perjalanan meningkat menjadi ketegangan diplomatik, dengan pemerintah asing memprotes larangan menyeluruh tersebut dan mempertanyakan alasan di balik kebijakan tersebut.

Kronologi Larangan Perjalanan Selama Pemerintahan Trump

Larangan terbaru ini merupakan bagian dari pola pembatasan perjalanan yang lebih luas yang telah diterapkan di bawah pemerintahan Trump. Kronologi larangan ini menunjukkan meningkatnya kontroversi dan pertikaian hukum:

  • Januari 27, 2017: Larangan awal menargetkan tujuh negara berpenduduk mayoritas Muslim.
  • March 6, 2017: Larangan yang direvisi mengecualikan Irak dan memberikan pengecualian bagi pemegang visa dan kartu hijau.
  • September 24, 2017: Versi ketiga mencakup Venezuela dan Korea Utara.
  • Juni 26, 2018: Mahkamah Agung AS menguatkan versi ketiga dengan putusan 5-4.
  • Januari 31, 2020: Perluasan keempat menambahkan Myanmar, Nigeria, dan Eritrea.
  • Juni 4, 2025: Larangan terbaru diumumkan, berdampak pada 19 negara secara total.

Melihat ke Depan: Berapa Lama Larangan Ini Akan Berlangsung?

Meskipun larangan bepergian terbaru telah memicu pergolakan yang meluas, dampak jangka panjangnya masih belum pasti. Gugatan hukum sudah berlangsung, dan beberapa pengamat berspekulasi bahwa larangan ini akan menghadapi perlawanan yang lebih besar di pengadilan daripada versi sebelumnya. Apakah kebijakan tersebut akan bertahan dalam pemeriksaan pengadilan atau dibatalkan dalam putusan mendatang masih harus dilihat. Namun, jelas bahwa kebijakan imigrasi akan tetap menjadi isu utama sepanjang masa jabatan kedua Trump.

iklan

«Menikmati postingan ini? Jangan lewatkan postingan selanjutnya dari mengikuti kami»

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *